Wednesday, May 29, 2013

Perairan Indonesia dan Deklarasi Djuanda






Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau dimana secara geografis letaknya sangat strategis yaitu di antara dua samudera besar, yaitu samudera Hindia dan samudera Pasifik.[FN1] Dengan banyaknya pulau, khususnya pulau-pulau kecil yang ikut membentuk suatu Negara dengan nama Indonesia ini, sudah sewajarnya masyarakat yang tinggal di Negara yang 80% wilayahnya adalah lautan ini mengetahui dan menjadikan lautan sebagai jembatan kemajuan pembangunan bangsa Indonesia, bukan malah sebagai pemisah bangsa.

Terkait Indonesia sebagai Negara kepulauan, Indonesia sendiri telah mendeklarasikan diri sebagai Negara kepulauan melalui melalui “Deklarasi Djuanda” pada tanggal 13 Desember 1957, yang mana isi deklarasiya antara lain adalah: [FN2]

“segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan Negara republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak daripada Negara republik Indonesia. Lalu-lintas yang damai di perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal asing dijamin selama dan sekedar tidak bertentangan dengan/mengganggu kedaulatan dan keselamatan Negara Indonesia”

Konsep Negara Kepulauan yang dikeluarkan Djuanda pada saat itu sendiri merupakan pemikiran panjang akibat wilayah laut Indonesia telah diakui melalui Ordonantie Belanda 1939 (Territoriale Zee en Kringen Odonnantie 1939, Staatsblad 1939 No.422), dimana di dalam peraturan Belanda ini, wilayah territorial Indonesia bagi tiap-tiap pulau adalah hanya sejauh 3 mil. Hal ini secara prakteknya menimbulkan kantong-kantong kosong laut bebas dan sangat berbahaya bagi kedaulatan Negara Indonesia yang baru saja merdeka di tahun 1945. Bisa saja dijadikannya laut bebas terhadap perairan dalam kita menjadikan Negara-negara bebas menggerakkan pasukannya di sekitar perairan Indonesia. Selain itu, aktifitas pengerukan sumber daya alam di lautan bisa saja menjadi tidak terkendali karena Negara-negara yang maju secara teknologi dalam pemanfaatan sumber daya berbondong-bondong datang ke perairan yang di cap sebagai lautan bebas di Indonesia. Hal ini diperkuat karena memang sejak dahulu kala sejak zaman kota Jakarta masih bernama Batavia, sudah banyak sekali kapal-kapal asing yang melakukan perdagangan dengan penduduk pribumi di Indonesia. Dalam hal keamanan Negara, hal krusial juga dipikirkan karena bisa saja Belanda ingin melakukan agresi militer kembali seperti yang pernah dilakukannya di dalam agresi militer I dan agresi militer II.

Oleh karena itu, di bulan Agustus 1957, Djuanda sebagai pemimpin kabinet yang berisi orang-orang expert atau ahli kemudian mengangkat Mr. Mochtar Kusumaatmadja untuk mencari dasar hukum dalam mengamankan keutuhan NKRI dan juga menutup ruang kosong di lautan tersebut sehingga klaim Indonesia terhadap lautan di sekitarnya memiliki posisi tawar yang kuat di dunia atau forum internasional. [FN3] Akhirnya, Mr. Mochtar menemukan dan mengambil konsep “Archipelago” yang telah dijustifikasi dalam putusan International Court of Justice di tahun 1951 dalam Fisheries Case antara Britania Raya melawan Norwegia, dimana Inggris mempertanyakan apakah sah Norwegia dalam menarik garis pantainya.[FN4] “Archipelago Concept” atau “Archipelago Doctrin” ini pun tidak perlu menunggu waktu yang lama untuk mendapatkan pertentangan dari Negara-negara lain khususnya Negara yang memiliki armada atau angkatan laut yang kuat seperti Amerika Serikat, Inggris, dan juga Belanda.[FN5] Pertentangan pun berangkat dari pemikiran adanya prospek yang besar yang dimiliki oleh Negara adidaya di bidang lautan tersebut untuk memiliki hak kebebasan bernavigasi di antara wilayah Indonesia dan menuduh pemerintah Indonesia ingin melakukan ekspansi dan juga mengambil sumber daya alam yang ada di lautan itu sendiri.


Sumber:

[FN1]    Geografi Indonesia,  <http://indonesia.go.id/in/sekilas-indonesia/geografi-indonesia>, diakses pada 28 Mei 2013.

[FN2]     Isi Deklarasi Djuanda 1957 dikutip dari “Deklarasi Djuanda Dan Implikasinya Terhadap Kewilayahan Indonesia”, <http://www.budpar.go.id/userfiles/file/4547_1355-djuanda.pdf>. Diakses pada 28 Mei 2013.

[FN3]     Ibid

[FN4]     ICJ Decision on Fisheries Case Between United Kingdoms and Northern Ireland Vs Norway, <http://www.icj-cij.org/docket/files/5/1811.pdf>

[FN5]     Dino Patti Djalal, Geopolitical Concepts and Maritime Territorial Behavior In Indonesian Foreign Policy, a Thesis submitted to Department of Political Science, (Carleton University, 1986): hal. 4

No comments:

Post a Comment