Wednesday, September 25, 2013

Realis Vs Idealis


Tulisan ini bukan bermaksud melakukan perdebatan mendalam mengenai teori idealis dan juga realis yang seringkali dilakukan oleh para akademisi dan juga praktisi HI, tetapi lebih kepada bagaimana memahami dua tipe karakter ini dalam mengambil suatu kebijakan terhadap suatu permasalahan, yang dalam hal ini permasalahan Negara.


Idenya bermula sudah sejak lama, saat penulis seringkali berusaha memahami karakter dari Presiden Amerika Serikat, Barack Obama dan juga menteri Luar Negeri RI RM Marty Natalegawa . Dulu penulis pernah memprediksi (namun penulis terlupa apakah prediksi tersebut sudah pernah dituliskan ataukah hanya dalam tataran diskusi dengan teman di kampus).

Penulis memprediksi sejak awal kemunculan Barack Obama bahwa tokoh tersebut adalah seorang yang idealis. Mengapa demikian? Penulis mengambil asumsi yang berasal dari kalangan yang menganalisa berdasarkan behaviorial dari suatu tokoh Negara. Apabila dilihat dari track recordnya, memang Barack Obama ini orang yang berlatar belakang pendidikan hukum, beliau merupakan seorang mahasiswa lulusan Cambridge dan Harvard Law School. Memang track record ini belumlah lengkap karena penulis tidak menyelami kehidupan tokoh tersebut sejak di perkuliahan dan juga penulis tidak tahu apakah tokoh tersebut mengidolai siapa dan juga buku-buku apa saja yang dibacanya, kemudian apakah sang tokoh mengikuti suatu aktivitas politik di kampusnya, kemudian sekolah hukum yang dimasukinya apakah lebih kental mempelajari positivisme hukum atau justru hukum progresif. Namun demikian, penulis bisa mengambil kesimpulan tersebut berdasarkan bukti bahwa sejak dahulu tokoh tersebut gemar mengikuti aktivitas kegerejaan dan juga gerakan hak asasi manusia. Terlebih lagi beliau memiliki seorang istri yang juga lulusan hukum. Dengan beranjak dari kenyataan dua alat bukti atau lebih sudah cukup mendiagnosa sesuatu, maka penulis dengan berani mengatakan bahwa beliau adalah seorang yang idealis.

Prediksi tersebut menjadi terbukti pada saat berbagai kebijakan yang diambil oleh tokoh ini ternyata menunjukkan hal seperti itu. Semua kebijakan, meskipun ada unsur politik di dalamnya, selalu didasarkan oleh prinsip-prinsip hukum. Kita melihat pada saat Obama mengatasi berbagai permasalahan dunia, sebagai contoh yang terbaru ini adalah keputusannya untuk melakukan intervensi terbatas di Suriah. Menurut penulis, ada dua hal yang melatarbelakangi pemikiran beliau mengapa sampai opsi tersebut akan diambil. Yang pertama, kentalnya aktivitas dibidang hak asasi manusia di masa lalu beliau membuat beliau bersikap bahwa HAM merupakan suatu hal yang fundamental, sebagaimana dideklarasikan di dalam Universal Declaration of Human Right. Penghilangan nyawa orang lain, penggunaan gas sarin dalam menumpas kaum pemberontak (meskipun siapa pelaku aslinya masih diperdebatkan), dan juga tingginya angka pengungsian yang terjadi di sekitar perbatasan suriah dengan Negara tetangganya membuat jiwanya sedikit terguncang. Memang, suatu keputusan yang diambil oleh beliau tidak berdasarkan intuisi beliau sebagai seorang manusia ataupun kepala Negara semata, tetapi segala opsi yang telah disiapkan oleh tim ahlinya dalam menyelidiki persoalan ini akhirnya dianggap yang paling sesuai adalah dengan melakukan intervensi terbatas di suriah, dalam istilah hubungan internasional, intervensi ini dikategorikan sebagai humanitarian intervention.

Namun demikian, opsi yang diambil oleh beliau tidak serta merta dilaksanakan seperti presiden pendahulunya melalui unilateral act, dimana yang penting aksi terlebih dahulu, baru kemudian mencari legitimasi atas tindakannya kemudian. Disini membuktikan seorang Obama adalah seorang Idealis sekali lagi. Disinilah alasan yang kedua yang penulis anggap beliau seorang idealis, yaitu beliau selalu mengambil tindakan dengan melihat apakah ada prinsip-prinsip hukum yang dilanggar. Dalam kasus ini, beliau tetap melakukan konsultasi kepada Parlemen untuk mendapatkan persetujuan. Dan jelas sekali, meskipun akhirnya pemungutan suara untuk melakukan intervensi di suriah beliau kalah suara, tetapi beliau tidak patah semangat. Dan beliau menempuh jalur diplomasi, yaitu dengan menerima dan menegosiasikan proposal dari Rusia yang menjamin akan melucuti senjata kimia yang dimiliki oleh Suriah.

Bagi kebanyakan orang, hal ini cukup aneh, apakah dunia sudah terbalik, disaat Amerika memilih untuk melakukan agresi, tetapi rusia berusaha mendamaikan. Tetapi itulah realitasnya. Rusia menjalankan perannya tersebut bukan berarti Rusia sudah berubah tidak seperti dahulu, Rusia yang gemar melakukan perang dingin dengan Barat, tetapi hanyalah taktik membuat lunak Amerika dalam rangka melindungi Suriah, aliansi dan pasar penjualan peralatan militernya.

Tindakan Obama mungkin akan berbeda sama sekali seandainya beliau merupakan seorang realis. Kekuatan adalah yang utama dalam rangka mencapai kepentingan nasional. Prinsip-prinsip hukum meskipun diakui tetapi dinomorduakan, karena yang terpenting adalah unilateral action.

  

1 comment: