Beberapa bulan yang lalu,
tepatnya hampir setahun yang lalu, Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat,
Duta Besar Dino Patti Djalal melalui akun twitternya gencar menyuarakan suatu
event yang bernama Indonesia Diaspora. Puncaknya adalah saat berhasilnya
terlaksana suatu kongres yang dilaksanakan
di Los Angeles pada tanggal 6 Juli 2012 dengan nama Congress of Indonesian Diaspora (CID). Melalui salah satu sesi
dalam kongres CID tersebut, lahirlah kemudian suatu Indonesian Diaspora Network (IDN).
Diaspora, jika meminjam hasil
tulisan dari situs Wikipedia, adalah berasal dari bahasa yunani διασπορά atau dispersion. Dispersion ini jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia
berarti penyebaran. Gerakan Diaspora ini sendiri dinyatakan oleh Duta Besar
Djalal dalam wawancaranya dengan Indosiar menyerupai, meskipun tidak sama,
dengan gerakan diaspora yang dilakukan oleh kaum yahudi dari Israel. Yang
membedakannya adalah gerakan penyebaran yang dilakukan oleh kaum yahudi adalah
terjadi karena mereka pada awalnya memang memilih untuk menyebarkan diri dari
tanahnya akibat dikuasai tanah mereka oleh kekaisaran Babylonia pimpinan
Nebukadnezar. Pimpinan Babylonia ini sendiri sebenarnya mengizinkan warga
yahudi untuk tetap berada di wilayah mereka dan berada di bawah otoritas Babylonia,
namun beberapa warga justru memilih untuk pergi dan mengungsi ke Mesir.
Meskipun di tahun 538 sebelum masehi kekaisaran Siprus dan Persia mengizinkan
mereka untuk kembali ke tanah air mereka, namun banyak dari mereka yang sudah
berintegrasi dengan komunitas yang baru dan bertahan di sana. Begitulah awalnya
diaspora dengan keterbatasan sumber penulis dan dengan tidak ingin lebih lanjut
terlibat dalam pembahasan pro-kontra sejarah Israel.
Gerakan diaspora ini, konon
menurut kabar, sangat berpengaruh dengan kemajuan Negara Israel saat ini. Sejak
awal diaspora tersebut, kaum yahudi menyebar dari benua eropa hingga ke benua
Amerika. Meskipun terjadi penyebaran kaum yahudi tersebut, namun mereka tidak
melupakan tanah air mereka. Inilah yang kemudian menjadi suatu fondasi kuat
bagi Israel karena didukung oleh aliran dana dari berbagai Negara.
Dengan diaspora ini, dengan
semangat yang sama namun berbeda, Indonesia bisa dibilang ingin mencoba
mendapatkan kesuksesan yang sama seperti yang diraih Israel. Bagaimana tidak,
Indonesia pun negaranya memiliki corak masyarakat yang hampir sama, sama-sama
gemar merantau. Bahkan saat ini kita bisa jumpai masyarakat Indonesia baik
secara individu maupun komunitas di berbagai belahan mancanegara. Dan mereka
semua bukan hanya turis. Mereka ada juga yang memegang berbagai posisi penting
di luar negeri. Sebagai contoh adalah adanya 5 orang Indonesia yang berposisi tinggi
dan mengambil keputusan penting di menara twin tower, Kuala Lumpur, Malaysia,
menurut penuturan Konsulat Jenderal Indonesia di Kuching pada saat penulis
bekerja di sana. Belum lagi para ilmuan kita dan juga pengusaha kita yang
menyebar di berbagai Negara. Ada yang bahkan menjadi dekan ataupun rektor,
bahkan mungkin pengusaha terkemuka hingga mampu untuk memberi sponsor terhadap
klub sepakbola luar negeri.
Adapun hasil kongres yang patut
diapresiasi di Los Angeles pada Juli tahun lalu antara lain adalah Indonesian Diaspora Network (IDN)
bukanlah suatu payung ataupun akar berdirinya organisasi diaspora, melainkan
suatu jaringan independen yang akan membantu memberdayakan dan menyuarakan
anggota komunitasnya. Selain itu IDN ini akan mempunyai jaringan secara lokal maupun
nasional dimana IDN ini akan menjadi suatu perwakilan yang akan menyebarkan
semangat Diaspora Indonesia kedepannya. Dan juga yang paling terpenting adalah
IDN akan membantu mengadvokasi dan memainkan peran penting dalam pembangunan
Indonesia. Untuk mendukung berbagai macam acara charity ataupun philanthropy
untuk kegiatan diaspora ini, maka IDN mendirikan suatu foundation atau yayasan sebagai sumber dana yang mana untuk sementara
ini yayasan tersebut telah didaftarkan sebagai non-profit organization di Washington DC hingga kongres berikutnya.
Diaspora Indonesia ini sendiri
ditanggapi serius oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah pun menyatakan bahwa
mereka siap untuk mendukung program-program yang dihasilkan oleh Diaspora
Indonesia. Sebagai bentuk keseriusan Kemlu, lembaga pemerintah yang bergerak
dibidang hubungan luar negeri inipun telah membentuk Desk Diaspora Indonesia
yang diketuai oleh Staf Ahli Bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya Kemlu, Duta
Besar M. Wahid Supriyadi. Dikatakan beliau bahwa desk ini bertujuan untuk
menjembatani kepentingan diaspora dengan pemerintah dan pemangku kepentingan di
tanah air. Hal yang hampir serupa disampaikan oleh anggota DPR dari Komisi I,
Muhammad Najib di sela-sela lokakarya nasional diaspora Indonesia di Kemlu,
yang melihat diaspora Indonesia sebagai asset nasional.
Kongres selanjutnya rencananya akan dilaksanakan pada bulan Agustus
2013 di Jakarta, sekitar tanggal 18-20. Namun dari pantauan penulis
terhadap forum bentukan situs resmi Diaspora Indonesia, dari berbagai
topik yang telah dibuka, belum ada satupun yang berani memulai diskusi
terbuka di forum tersebut. Dengan demikian penulis berasumsi bahwa
mungkinkah gaung diaspora yang di gencarkan sejak setahun yang lalu
kembali hanyalah wacana para elit di salah satu Kementerian namun karena
terlalu kompleksnya ide atau konsep sehingga tidak tersampaikan kembali
ke masyarakat kita baik di Indonesia maupun di Luar Negeri? Terlalu
prematur, namun patut mulai dipertanyakan. Atau justru anggota komunitas
diaspora ini merupakan orang-orang sibuk yang bergerak tidak di wacana
lagi dan sudah lelah perdebatan di forum internet. Kita tidak pernah
tahu.
Forum ataupun kongres semacam ini sangat penting sebagai jembatan kita untuk melakukan total diplomacy dimana semua stakeholder, tidak hanya Kementerian Luar Negeri bersama-sama membela ataupun membuat kemajuan bagi pembangunan fisik maupun non-fisik di Indonesia. Sehingga mungkin kesulitan diplomasi yang terkesan sangat birokratis terhadap saudara-saudara kita yang membuka kantor perwakilan gerakan separatis di Oxford dapat teratasi dengan komunikasi yang baik dan bijaksana sebagai perpanjangan diaspora ini.
Forum ataupun kongres semacam ini sangat penting sebagai jembatan kita untuk melakukan total diplomacy dimana semua stakeholder, tidak hanya Kementerian Luar Negeri bersama-sama membela ataupun membuat kemajuan bagi pembangunan fisik maupun non-fisik di Indonesia. Sehingga mungkin kesulitan diplomasi yang terkesan sangat birokratis terhadap saudara-saudara kita yang membuka kantor perwakilan gerakan separatis di Oxford dapat teratasi dengan komunikasi yang baik dan bijaksana sebagai perpanjangan diaspora ini.
Sumber:
No comments:
Post a Comment