Pada akhir tahun 2010, tercatat kurang lebih
3.000-an pencari suaka datang ke Indonesia untuk mendapatkan status sebagai
pengungsi internasional yang mana untuk kemudian dilanjutkan dengan ditempatkan
di Negara ketiga seperti Amerika Serikat dan Australia. Namun kemudian menjadi
pertanyaan tersendiri, siapakah mereka para pengungsi internasional itu?
Definisi
Apabila dilihat dari definisi secara harfiah atau
bahasa, istilah pengungsi internasional adalah mereka yang lari dari suatu
daerah, yang karena ruang lingkupnya internasional, maka mereka melarikan diri
dari suatu negara untuk kemudian memasuki wilayah Negara lainnya untuk mencari
pengungsian. Adapun syaratnya mereka dikatakan sebagai pengungsi internasional
secara harfiah adalah mereka haruslah melewati batas wilayah suatu negara ke
Negara lainnya. Karena apabila mereka tidak melewati batas wilayah negaranya
maka bisa dikatakan sebagai pengungsi lokal. Secara harfiah, istilah ini tidak
dibedakan alasan mereka pergi dari negaranya, apakah karena alasan perang,
bencana alam, ataupun karena alasan ekonomi. Istilah ini menjadi berbeda
apabila didefinisikan secara legal atau hukum.
Dalam hukum, mereka yang mencari pengungsian di
negara lain justru dikatakan sebagai pencari suaka (asylum seeker), bukan
pengungsi internasional. Status Pengungsi Internasional justru diberikan
setelah dia dinyatakan layak menyandang status sebagai pengungsi internasional
oleh mereka yang kompeten memberikan status tersebut. Dalam hal pemberian
status tersebut kita mengenal dua pihak, yaitu United Nations High
Commissioner for Refugees (UNHCR) bagi negara yang belum meratifikasi
konvensi mengenai pengungsi internasional ataupun suatu negara itu sendiri
apabila dia sudah meratifikasi konvensi tersebut. Selain statusnya yang
diberikan, definisi pengungsi internasional menurut konvensi mengenai status
pengungsi 1951, khusus diberikan kepada mereka yang melarikan diri dari
negaranya ke negara lain karena takut akan penganiayaan ataupun persekusi dari
pihak yang berkuasa karena alasan ras, agama, kewarganegaraan, ataupun ikut
serta dalam kegiatan politik atau sosial. Definisi ini menjadi penting karena
seringkali kedatangan para pengungsi internasional ini justru bercampur aduk
dengan para imigran yang justru bertujuan untuk mendapatkan penghidupan yang
layak di negara lain. Istilah mereka dengan kategori yang ingin mendapatkan
penghidupan yang layak di negara lain sering dikatakan sebagai economic
migrant.
Indonesia dan Pengungsi Internasional
Indonesia bukanlah negara baru daerah tujuan para
pengungsi. Trend pengungsian ini sudah agak sedikit berubah.
Pada tahun 1974, terjadilah perang saudara di
semenanjung Indo-china, seperti Vietnam, Kamboja, dan Myanmar. Perang yang
cukup lama ini memakan ribuan korban jiwa, dan mereka yang tidak ingin menjadi
korban berikutnya pun akhirnya memilih lari dari negara mereka berasal.
Indonesia sebagai salah satu negara ASEAN dan yang cukup dekat jaraknya dengan
negara mereka akhirnya menjadi salah satu destinasi atau tujuan dari
pengungsian tersebut. Direncanakan atau tidak, hanya dilewati ataukah terkena
angin atau bagaimana, tibalah mereka di beberapa pulau di Indonesia, kondisi
mana yang akhirnya nanti disepakati untuk dibangun suatu processing centre
di salah satu pulau untuk khusus menangani permasalahan pengungsian ini.
Meskipun Konvensi mengenai pengungsi Internasional sudah ada sejak tahun 1951,
karena satu dan lain hal, hingga akhir tahun 1970-an tersebut, Indonesia belum
juga ikut sebagai pihak konvensi. Hal ini mengakibatkan Indonesia tidak
memiliki suatu know-how skill bagaimana cara menangani dan melakukan
pendaftaran serta pemberian status kepada para pengungsi ini.
Pada tahun 1981, dengan berbagai inisiatif,
diundanglah UNHCR untuk membuka kantor cabang di Indonesia, dan Indonesia melalui
berbagai pertemuan dengan negara-negara ASEAN sepakat bahwa pulau Galang
dijadikan sebagai Processing Centre sementara, dengan berbagai
persyaratan. Processing Centre ini pun akhirnya selesai digunakan dan
ditutup pada medio 1990-an. Hingga sekarang situs bersejarah tersebut masih
dikenal sebagai tempat wisata dengan nama kamp pengungsi Vietnam.
Saat ini, meskipun peristiwa pengungsian di pulau
Galang sudah berlalu, tetapi ternyata tidak menurunkan gelombang pengungsian
lainnya. Namun demikian trendnya memang sudah sedikit berubah. Indonesia
bukanlah suatu negara tujuan atau destinasi, melainkan suatu negara transit
bagi mereka yang ingin pindah ke negara lain dengan berbagai alasan. Para
pencari suaka, dipercaya atau tidak, secara sengaja atau tidak, ingin menuju ke
Australia. Dan Australia, sebagai Negara yang telah meratifikasi konvensi,
tidak mau tinggal diam membuat Negara mereka menjadi gampang dimasuki para
calon “warga baru” tersebut.
Pencarian suaka yang berujung dengan apakah
diberikannya status sebagai pengungsi internasional atau tidak saat ini
memasuki era yang cukup kompleks. Sejak kedatangan mereka melalui Indonesia,
sudah menimbulkan suatu persoalan sendiri. Sebagai gambaran, dalam satu kapal
boat, yang dulu pada era pengungsi Vietnam menggunakan boat tradisional, saat
ini mereka menggunakan boat yang terkadang memiliki fasilitas seperti AC
ataupun televisi. Kedatangan mereka ini biasanya diatur oleh seorang agen
perjalanan yang illegal. Dalam satu boat tersebut bisa jadi hanya satu yang
dapat dikategorikan sebagai pengungsi internasional, sedangkan yang lainnya
bisa jadi ingin mendapatkan penghidupan yang layak, korban perdagangan manusia
atau penyelundupan manusia, dan bisa juga sebagai agen pengedar narkotika dan
obat-obatan terlarang. Yang terbaru adalah bisa saja terjadi mereka yang ikut
dalam boat tersebut berniat ingin melakukan kegiatan terorisme di Negara yang
mereka tuju tersebut. Hal ini diperparah oleh fakta dimana seringkali dalam
rombongan boat tersebut terdapat anak-anak di bawah umur yang tidak ditemani
orangtua atau sanak saudaranya. Kasus anak dibawah umur ini yang dikategorikan
sebagai unaccompanied minor.
Kedatangan yang dulunya didominasi oleh para
pencari suaka dari daratan Indo-China, saat ini sudah mulai didominasi oleh
negara-negara timur tengah seperti Afghanistan, Iran, dan Irak dengan tidak
menutupi fakta adanya kedatangan pencari suaka dari dataran Afrika seperti
Kongo dan Asia seperti Sri Lanka dan Myanmar. Kesemua ini mencari peruntungan
dengan mengikuti proses pencarian suaka melalui UNHCR, dan karena Indonesia
belum meratifikasi konvensi, maka solusi terbaiknya adalah penempatan di negara
ketiga (resettlement in the third country).
No comments:
Post a Comment