Penentuan
status sebagai pengungsi internasional tidaklah mudah. Di Indonesia karena
hingga detik ini juga belum diratifikasi konvensi tahun 1951 mengenai status
pengungsi, maka UNHCR yang mandatnya seharusnya berakhir dengan selesainya
kasus pengungsian dari Indo-china, menjadi diperpanjang keberadaannya.
Setidaknya
ada beberapa tahap yang harus dilalui para pencari suaka di Indonesia,
diantaranya:
1.
Registrasi Pencari Suaka
2. Wawancara Tahap Awal
3. Penentuan Status Pengungsi
4. Pemberian Status/Penolakan Status
5. Penampungan Sementara
6. Penempatan di Negara Ketiga
2. Wawancara Tahap Awal
3. Penentuan Status Pengungsi
4. Pemberian Status/Penolakan Status
5. Penampungan Sementara
6. Penempatan di Negara Ketiga
1.
Registrasi Pencari Suaka
Sebelum
memulai tahap ini, petugas UNHCR yang ahli dibidangnya memberikan formulir
isian dan memberikan semacam briefing mengenai proses yang akan dilakukan ini
kepada para pencari suaka. Diantaranya adalah mengenai tidak dipungut
bayarannya para pencari suaka dalam segala tahap mulai dari awal hingga akhir
dan juga nasehat untuk tidak melanjutkan perjalanan mereka ke Australia dengan menggunakan
kapal boat karena sangat berbahaya dan mengancam nyawa mereka. Selain itu
pemerintah Australia sangat strict dengan peraturan keimigrasiannya. Formulir
isiannya sendiri memiliki banyak versi, antara lain Sri Lanka, Inggris, Farsi
(Iran), bahkan Perancis. Briefing yang dilakukan adalah ditemani oleh seorang
interpreter terpercaya berdasarkan kebutuhan pada saat registrasi, bahasa
apakah yang digunakan.
Kemudian
selanjutnya, para pencari suaka memasuki tahap registrasi. Dalam tahap
registrasi ini, para pencari suaka dicatat seluruh detailnya, mulai dari nama,
asal, suku, agama, warganegara, bahasa yang digunakan, tanggal keberangkatan
dari Negara asal, tempat transit, data keluarga, alasan lari dari negaranya,
dan lain sebagainya.
Setelah
tahap ini selesai, UNHCR akan memberikan suatu semacam attestation letter, atau
suatu surat yang menerangkan bahwa orang tersebut sedang mengikuti proses
penentuan status pengungsi. Karena ini masih tahap awal, maka attestation
letter yang dikeluarkan adalah asylum seeker certificate. Jangka waktu
sertifikat ini biasanya bervariasi. Untuk mereka yang berkategori minor,
wanita, atau orangtua, atau sering kita sebut sebagai golongan rentan (vulnerable),
biasanya mereka akan mendapatkan waktu wawancara tahap awal lebih cepat. Jangka
waktu sertifikat ini tergantung jangka waktu tahap awal wawancara tersebut.
Tetapi untuk golongan yang biasa, mereka biasanya akan mendapatkan sertifikat
dengan jangka waktu 2 bulan. Setelah dua bulan, mereka diminta datang kembali
ke UNHCR untuk kemudian mendapatkan renewal dari sertifikat yang telah
diberikan tersebut beserta mendapatkan kepastian tanggal wawancara tahap awal
tersebut. Pemilihan tanggal wawancara juga berdasarkan ketersediaan interpreter
yang ada, seperti misalnya apabila interpreter bahasa Perancis hadir pada hari
jumat, maka jadwal mereka pun ditempatkan pada hari jumat. Terakhir kali
penulis meneliti soal ini, jadwal wawancara yang disusun oleh pihak UNHCR sudah
mencapai tahun berikutnya. Jadi bisa saja dia daftar tahun ini, namun
mendapatkan jadwal wawancara tahun depannya.
Attestation
letter yang dikeluarkan oleh UNHCR ini
memiliki prinsip non-refoulement, prinsip yang sudah diakui dalam hukum
kebiasaan internasional, yaitu suatu negara tidak boleh mengembalikan orang yang
diduga sebagai pengungsi ke negara dimana orang tersebut takut akan dipersekusi
atau dianiaya.
2.
Wawancara Tahap Awal
Wawancara
tahap awal atau yang disebut sebagai 1st instance interview adalah
wawancara yang dilakukan oleh seorang officer UNHCR untuk menggali lebih dalam
mengenai kasus seorang pencari suaka sebelum diberikan rekomendasi untuk
diterima atau ditolak kasusnya. Dalam setiap wawancara ini, biasanya mereka
ditemani oleh seorang interpreter yang sudah terlatih. Pertanyaan yang diajukan
bersifat detail, dan pihak officer UNHCR sudah menyatakan bahwa segala
pernyataan yang diajukan selama proses wawancara bersifat rahasia dan tidak
akan ada pihak lain yang tahu kecuali UNHCR sendiri.
Sebelum
dimulainya wawancara, biasanya para officer sudah mengetahui nomor kasus yang
akan dihadapi sekaligus mengadakan riset kecil-kecilan mengenai Negara asal
pencari suaka, informasi negaranya, kasus-kasus lain yang serupa dengan alasan
pencari suaka tersebut melarikan diri dari negaranya, dan lain sebagainya.
Proses
wawancara ini biasanya memakan waktu cukup lama. Satu orang pencari suaka
biasanya memakan waktu sekitar 4 sampai 5 jam.
3.
Penentuan Status Pengungsi
Proses
penentuan status pengungsi atau biasa disebut dengan proses Refugee Status
Determination (RSD), adalah suatu tahap dimana officer yang telah selesai
melakukan wawancara di tahap pertama, bertanggung jawab terhadap penyelesaian
kasus tersebut, hingga memberikan laporan dan rekomendasi apakah kasus mereka
ditolak ataukah diterima oleh UNHCR. Dalam tahap ini, para officer ini menulis
semacam laporan yang telah ditentukan formatnya oleh UNHCR pusat di Geneva,
dalam bahasa Inggris, yang tebalnya mencapai minimal 10 halaman untuk satu
kasus. Ditahap ini, mereka menggali segala informasi yang didapat di tahap
wawancara, dari informasi Country of Information (CoI), berita-berita
update mengenai daerah konflik dimana pencari suaka tersebut mengaku berasal
dari sana, serta pedoman dari UNHCR pusat mengenai berbagai hal tertentu.
Selain itu, untuk beberapa kasus tertentu, seringkali para officer ini juga
berkorespondensi dengan para officer lainnya dibelahan dunia lainnya yang
kebetulan pernah menangani suatu kasus atau pencari suaka tersebut pernah
mencari suaka di Negara lainnya.
Tugas
para officer ini hampir menyerupai tugas seorang hakim. Namun bedanya, Jika
seorang hakim untuk memutuskan seseorang bersalah atau tidak harus menggunakan
suatu majlis, dan dibantu seorang panitera untuk mencatat putusan, maka untuk
officer UNHCR ini, mereka sendirilah yang mengerjakannya mulai dari tahap
wawancara, menggali kasus, hingga memberikan rekomendasi dan mengetiknya.
Mereka ini terkadang masih harus mengerjakan kasus lainnya yang apabila
dihitung-hitung berjumlah sekitar 20 kasus perbulannya.
4.
Pemberian Status/Penolakan Kasus
Setelah
seorang officer menyelesaikan suatu kasus, maka officer tersebut memberikan
rekomendasi kasus tersebut kepada officer yang lebih tinggi untuk dilakukan
review ulang. Seringkali diperiksa mulai dari inti kasus tersebut, alasan,
dasar pemberian rekomendasi, bahkan hingga grammar dan titik koma penulisan.
Ini semua bertujuan untuk menciptakan suatu rekomendasi yang berkualitas.
Setelah direview dan dirasa cukup mendaaptkan perbaikan, maka officer yang
lebih tinggi ini biasanya memanggil officer yang mengerjakan kasus tersebut
untuk mengetahui lebih detail lagi kenapa kasus tersebut sampai diterima atau
ditolak. Setelah itu, barulah finalisasi.
Bagi
mereka yang diterima kasusnya dan dinyatakan layak sebagai pengungsi
internasional, maka mereka diberikan status sebagai pengungsi internasional.
Pihak UNHCR segera mengabarkan orang tersebut untuk diberikan kabar gembira,
dan meminta dia untuk datang ke UNHCR untuk menukar attestation letter mereka
yang tadinya asylum seeker certificate menjadi refugee certificate.
Sedangkan
bagi mereka yang kasusnya ditolak, UNHCR mempunyai hak untuk tidak memberikan
alasannya, dan mereka mempunyai hak untuk mengajukan banding yang jangka
waktunya diberikan selama satu bulan. Permintaan banding diberikan secara tertulis,
disertai alasannya. Biasanya para pencari suaka yang ditolak ini kemudian
memberikan berbagai fakta baru ataupun cerita lainnya dengan harapan status
mereka akan dipikirkan kembali oleh UNHCR.
Apabila
permintaan banding mereka diterima oleh pihak UNHCR, maka UNHCR akan memberikan
jadwal baru untuk mereka datang kembali melakukan interview tambahan atau
appeal interview. Namun interview tersebut bukanlah suatu keharusan. Apabila
officer yang menangani merasa sudah cukup informasi yang diberikan pada saat
pengajuan surat banding, maka hal tersebut sudah tidak perlu dilakukan.
Refugee
Certificate ini juga menegaskan prinsip non-refoulement
yang telah dijelaskan sebelumnya. Dengan adanya attestation letter ini, bukan
berarti pengungsi bebas berlaku apa saja, mereka juga memiliki kewajiban untuk
menghormati hukum di negaradi mana dia berada saat mencari pengungsian, salah
satunya juga melaporkan diri ke kantor polisi terdekat dan RT/RW jika bisa agar
tidak dicurigai sebagai pendatang gelap.
5. Penampungan Sementara
Penampungan
sementara diberikan kepada para pengungsi yang telah memperoleh status sebagai
pengungsi internasional dari UNHCR. Proses ini biasanya memakan waktu cukup
lama sambil menunggu kasusnya dimasukkan di negara ketiga.
Mereka
yang ditampung dan mendapat status ini, kemudian di assist dan diberikan
kebutuhan dasar dan lain sebagainya. UNHCR yang dana operasionalnya berasal
dari sumbangan atau donor dari negara-negara biasanya kesulitan untuk memenuhi
segala kebutuhan pengungsi internasional tersebut. Untuk itulah kemudian UNHCR
mengadakan kerjasama dengan lembaga-lembaga kemanusiaan lainnya dalam memenuhi
kebutuhan ini. Sebut saja seperti CWS atau Church World Service
Indonesia, dan lembaga kemanusiaan lainnya. Adapun tempat-tempat penampungan
yang terkenal di Indonesia antara lain seperti di Medan dan di Cisarua, Bogor.
Mereka mendapatkan hak untuk memperoleh makanan, pakaian, dan tempat tinggal
yang layak. Bahkan seringkali kegiatan sehari-hari mereka diisi dengan hal-hal
positif seperti diajarkan berbagai macam keterampilan tangan, diberikan
pendidikan bagi anak-anak mereka, dan berbagai macam kegiatan olahraga.
Mereka
di penampungan ini sekali lagi khusus untuk mereka yang telah mendapatkan
status pengungsi. Proses menunggu bisa mencapai setahun, dua tahun, atau bahkan
tiga tahun. Hal ini seringkali membuat mereka stress, karena mereka dan
terkadang anak-anak mereka seakan tidak memiliki masa depan di tempat
penampungan. Di Indonesia, karena Indonesia bukan peserta konvensi mengenai
status pengungsi, maka para pengungsi ini kehilangan hak untuk memperoleh
pekerjaan. Ini salah satu alasan banyak juga kemudian para pengungsi ini yang
melarikan diri dari penampungan untuk kemudian nekat berhubungan kembali dengan
para penyelundup untuk diselundupkan langsung ke Australia.
6.
Penempatan di Negara Ketiga
Penempatan
di negara ketiga merupakan satu-satunya opsi yang tersedia di Indonesia
mengingat Indonesia bukanlah peserta konvensi mengenai status pengungsi tahun
1951.
Proses
penempatan di Negara ketiga atau sering disebut dengan resettlement in the
third country dimulai setelah seorang pengungsi tersebut sudah berada di
tempat penampungan, atau bahkan seringkali juga para pengungsi ini tidak
tinggal di penampungan karena sedang dalam tahap menyelesaikan studinya.
Sebagai contoh adalah mahasiswa asal Somalia yang banyak studi di Indonesia
sekaligus mencari status sebagai pengungsi. Mereka beralasan tidak dapat kembali
ke tanah airnya karena apabila kembali ke sana, mereka takut akan dibunuh atau
dianiaya oleh pihak yang berkuasa karena perbedaan ras, agama, kewarganegaraan,
dan juga keikutsertaan dalam kegiatan sosial atau politik.
Proses
penempatan ini dilakukan dengan berbagai tahap biasanya. Yang pertama, pihak
UNHCR akan memanggil kembali pengungsi untuk diwawancara mengkonfirmasi segala
hal yang telah dinyatakan di segala tahap wawancara sebelumnya. Karena apabila
nantinya ditemukan sang pengungsi berbohong, maka akan berpengaruh terhadap
kasusnya sendiri dalam artian bisa saja dibatalkan statusnya sebagai pengungsi.
Setelah
itu, Negara penempatan mengeluarkan pernyataan bahwa mereka akan menerima
sejumlah pengungsi. Terkadang mereka juga menyebutkan spesifikasinya, seperti
halnya range umur yang diterima, jenis kelamin, pekerjaan terakhir
sebelum lari dari negaranya, khusus dari Negara-negara tertentu, dan lain
sebagainya. Jumlah ini biasanya didapatkan dengan pendekatan pihak UNHCR
mendekati perwakilan Negara penempatan di Negara mereka bertugas ataupun
pengumuman langsung yang disampaikan oleh negara yang dimaksud.
Setelah
jumlah ini didapatkan, kemudian dilanjutkan dengan proses memasukkan ringkasan
berkas rekomendasi dan wawancara di tahap resettlement ini, serta data
pendukung seperti birth certificate, ijazah sekolah, dan data-data
lainnya. Negara ketiga ini memiliki hak untuk menerima ataupun menolak berkas
tersebut dan mengembalikannya kepada pihak UNHCR tanpa menyebutkan alasannya.
Proses dari memasukkan hingga mendapat balasannya saja juga terkadang memakan
waktu berbulan-bulan. Apabila tidak diterima oleh Negara ketiga, maka UNHCR
akan kembali melakukan pendekatan dan mencari informasi kuota Negara penempatan
lainnya. Apabila diterima, UNHCR kemudian akan membuat janji dengan pihak
perwakilan Negara penempatan untuk sekali lagi melakukan tahap wawancara dimana
pihak perwakilan negara ketiga yang turun langsung sebagai pewawancara dengan
ditemani sang officer UNHCR.
Setelah
wawancara oleh pihak perwakilan, maka mereka akan diberikan jadwal untuk
melakukan test kesehatan. Setelah semuanya selesai, maka kemudian sang
pengungsi ini kemudian diterbangkan ke Negara ketiga. Di Negara ketiga ini
mereka memiliki hak layaknya warga Negara, namun untuk jangka waktu tertentu.
Apabila negaranya dinyatakan sudah bebas konflik, maka mereka harus rela untuk
kembali ke Negara asalnya. Apabila tidak, seringkali mereka mengambil opsi
untuk menjadi warga Negara tetap di Negara penempatan karena sudah mencukupi
syarat untuk menjadi warga Negara di Negara penempatan.
Di
luar proses itu semua, ada satu proses yaitu Voluntary repatriation,
dengan kata lain pencari suaka maupun pengungsi dapat secara sukarela kembali
ke negaranya. Mereka diwajibkan mengisi pernyataan dan untuk men-drop kasusnya
untuk kemudian dibantu kembali ke negaranya. Dalam hal pengembalian secara
sukarela ini, UHNCR bekerjasama dengan International Organization for
Migration (IOM) yang memang salah satu tugasnya untuk membantu pemulangan
secara sukarela para imigran ke negara asalnya. Mereka berkantor pusat di
Jakarta, dengan memiliki kantor-kantor cabang di beberapa daerah, dan secara
rutin mendatangi rumah detensi imigrasi yang ada di Indonesia.
-----------------------------------
Tulisan
ini merupakan hasil pengamatan selama penulis magang di UNHCR dengan tidak
tertutup kemungkinan adanya kesalahan
ataupun perubahan prosedur.
Proses
penentuan pengungsi ini setidaknya berjalan hingga Juli 2011, terakhir kali
penulis melakukan magang dan riset di UNHCR.
No comments:
Post a Comment