Friday, October 11, 2013

CTBT: Comprehensive-Nuclear Test-Ban Treaty..

Comprehensive-Nuclear-Test-Ban Treaty atau yang biasa disingkat sebagai CTBT merupakan suatu perjanjian internasional dimana negara yang menandatangani dan kemudian meratifikasi sepakat untuk tidak melakukan tes senjata nuklir ataupun meledakkan nuklir lainnya di manapun di bawah yurisdiksi negaranya. Selain itu, peserta perjanjian ini juga diharuskan agar mencegah hal-hal yang mengakibatkan, mendorong, atau berpartisipasi dalam segala macam bentuk tes senjata atau peledak nuklir lainnya.

Perjanjian yang dilakukan melalui pembentukan konvensi yang terdiri dari bagian Pembukaan, 17 Pasal, dan 2 Annex serta 3 Protokol beserta 2 Annex ini, telah diterima dan diadopsi oleh PBB pada tanggal 10 September 1996 dan dibuka untuk penandatanganan dan ratifikasi. Namun demikian hingga kini konvensi tersebut belum juga dapat diberlakukan (entry into force) karena adanya 8 negara yang secara spesifik dipersyaratkan untuk melakukan penandatanganan dan juga ratifikasi belum juga melakukannya. Adapun ke-8 negara yang dipersyaratkan tersebut antara lain: Amerika Serikat, China, Israel, Mesir, dan Iran (negara yang telah menandatangani namun belum meratifikasi), serta Korea Utara, India, dan Pakistan (negara yang belum sama sekali menandatangani). Adapun isi dari konvensi ini antara lain:

1.  Bagian Pembukaan: berisi tentang signifikansinya perjanjian sebagai salah satu cara pelarangan persebaran dan pelucutan senjata nuklir. 
2.      Pasal I: berisi tentang kewajiban dari perjanjian ini. 
3.   Pasal II: berisi tentang pembentukan organisasi CTBT yang berpusat di Vienna untuk memastikan implementasi perjanjian dan juga sebagai forum sarana konsultasi dan kerjasama.
4.      Pasal III: berisi tentang implementasi nasional
5.     Pasal IV: mengelaborasi mengenai rezim pengawasan dan kepatuhan atas pasal-pasal yang terdapat di dalam perjanjian. Ketentuan tersebut juga meliputi pembentukan jaringan stasiun pemantau global, pusat data internasional di Vienna, proses konsultasi dan klarifikasi, inspeksi lapangan, dan juga pembangunan kepercayaan.
6.  Pasal V: berisi tentang ketentuan apabila Negara melanggar situasi yang bertentangan dengan ketentuan CTBT dan memastikan untuk mematuhi perjanjian.
7.  Pasal VI: berisi tentang penyelesaian sengketa yang mungkin akan timbul dari pelaksanaan atau interpretasi perjanjian.
8.      Pasal VII: berisi tentang tata cara amandemen perjanjian
9.      Pasal VIII: berisi tentang ketentuan review perjanjian tentang keefektifan dan implementasi perjanjian setelah perjanjian berlaku 10 tahun atau ditentukan lain oleh Negara anggotanya.
10.  Pasal IX: berisi tentang durasi perjanjian
11.  Pasal X: berisi tentang status dari protocol dan juga annex-nya
12.  Pasal XI: berisi tentang tata cara penandatanganan perjanjian
13.  Pasal XII: berisi tentang tata cara ratifikasi perjanjian
14.  Pasal XIII: berisi tentang tata cara aksesi perjanjian
15. Pasal XIV: berisi tentang berlakunya perjanjian yang mana antara lain 180 hari setelah 44 negara yang disebutkan dalam annex 2 menandatangani perjanjian
16.  Pasal XV: berisi tentang ketentuan bahwa tidak dibenarkannya reservasi terhadap perjanjian
17.  Pasal XVI: berisi tentang pendepositan perjanjian
18.  Pasal XVII: berisi tentang keabsahan naskah perjanjian sesuai perjanjian yang berbahasa Arab, Cina, Inggris, Perancis, Rusia, dan Spanyol.
19. Annex 1: berisi mengenai Negara-negara sesuai letak geografis untuk tujuan pemilihan executive council
20. Annex 2: berisi tentang daftar 44 negara-negara yang diharuskan meratifikasi perjanjian agar perjanjian dapat mulai berlaku.
21. Protocol I: menjelaskan tentang fungsi dari International Monitoring System (IMS) dan the International Data Centre (IDC)
22.  Protocol II: menjelaskan tentang prosedur inspeksi lapangan
23.  Protocol III: menjelaskan mengenai pembangunan kepercayaan (confidence-building measures)
24.  Annex 1 to Protocol: daftar fasilitas dari IMS network
25.  Annex 2 to Protocol: daftar parameter untuk IDC melakukan pemantauan standar

Terkait dengan perjanjian dalam bentuk konvensi ini, Negara terakhir yang meratifikasi adalah Indonesia pada tanggal 6 Februari 2012 (berdasarkan situs resmi CTBT. Sedangkan sidang disetujuinya ratifikasi adalah 6 Desember 2011di DPR). Proses ratifikasi ini terbilang cukup lama mengingat Indonesia sendiri telah menandatangani sejak tanggal 24 September 1996. Dalam pernyataannya di Konferensi ke-7 pada tanggal 23 September 2011 di New York, Menlu R.M. Marty M. Natalegawa mengatakan bahwa pelucutan senjata nuklir merupakan suatu tantangan yang terpenting yang dihadapai oleh dunia internasional saat ini. Oleh karena itu, Indonesia melalui ratifikasi ini berharap akan menstimulasi Negara lainnya khususnya yang tercantum dalam Annex 2 untuk ikut serta melakukan proses ratifikasi.

Usaha dan peran aktif Indonesia dalam memperjuangkan dunia bebas senjata nuklir akhirnya mengantarkan Indonesia terpilih sebagai Presiden bersama dengan Hongaria dalam sidang ke-8 yang berlangsung pada tanggal 27 September 2013 lalu di markas besar PBB. Konferensi yang bertujuan untuk mempercepat pemberlakuan CTBT, termasuk terus mendorong Negara Annex 2 yang belum meratifikasi ini akhirnya mengeluarkan Final Declaration and Measures to Promote the Entry into Force Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty yang mempertegas kembali komitmen Negara-negara untuk mendorong pemberlakukan CTBT dengan segera. Deklarasi tersebut juga menentukan langkah-langkah yang diperlukan, termasuk mendukung pembentukan Group of Eminent Persons (GEM) yang akan mempromosikan CTBT ini di ke delapan Negara Annex 2.

Dalam upaya menciptakan dunia lebih aman tanpa senjata nuklir ini, setidaknya ada dua cara yang dapat dilakukan. Yang pertama adalah dengan pendekatan perjanjian internasional, dan yang kedua adalah dengan menciptakan suatu zona tanpa senjata nuklir. Dan kedua langkah ini bisa dikatakan telah dilakukan oleh Indonesia.

Terkait dengan pendekatan via perjanjian internasional yang biasanya berbentuk konvensi ini, agak sedikit sulit untuk dilakukan, karena pada dasarnya suatu Negara itu tunduk terhadap perjanjian internasional itu secara sukarela. Dengan kata lain, Negara boleh saja menolak untuk tidak menjadi “party” atau peserta dari suatu perjanjian seandainya menurut mereka hal tersebut tidak sesuai dengan national interest Negara mereka. Selain itu, seandainya pun suatu Negara yang hadir tersebut telah setuju dan menandatangani perjanjian tersebut, biasanya ada persyaratan lainnya yang diwajibkan dalam perjanjian internasional tersebut, yaitu kewajiban untuk meratifikasi. Ratifikasi suatu perjanjian internasional untuk tiap Negara di dunia tidaklah sama prosesnya. Ada Negara yang bisa langsung dengan menandatangani saja sudah menganggap perjanjian internasional tersebut berlaku bagi mereka tanpa ratifikasi, namun ada Negara yang apabila untuk memberlakukan hal tersebut memerlukan otoritas tertentu di negaranya untuk melakukan ratifikasi. Seperti halnya di Indonesia, proses ratifikasi dilakukan oleh DPR. Setidaknya ada beberapa hal yang dianggap perlu untuk dilakukan ratifikasi oleh DPR.  Hal ini lah yang menjadi faktor juga suatu perjanjian akan sulit untuk segera diratifikasi mengingat perbedaan proses ratifikasi, dan juga apakah ratifikasi yang biasanya seperti di Indonesia dikeluarkan dalam bentuk Undang-Undang sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional negara mereka.

Sedangkan untuk pendekatan via region, atau kawasan, hal ini terbilang cukup sukses dilakukan, terlebih lagi dengan suatu institusi seperti ASEAN. Dalam pendekatan region ini, Indonesia bersama-sama dengan Negara ASEAN telah memprakarsai dibentuknya wilayah ASEAN yang bebas senjata nuklir. Dan hal ini cukup berhasil pada saat di tahun 2011 lalu, ASEAN melalui East Asia Summit, memaksa (jika begitu kita ingin mengatakannya) Negara-negara yang ingin ikut dalam pertemuan tersebut untuk menandatangani piagam zona bebas senjata nuklir ini. Alhasil, Amerika Serikat serta Russia pada saat itu mau tidak mau menandatangani piagam tersebut mengingat pentingnya acara tersebut untuk menegosiasikan isu keamanan serta isu ekonomi yang sedang berada di titik tertinggi di dunia pada saat itu. Hal ini artinya, kedua Negara tersebut setidaknya telah sepakat tidak akan melakukan tes senjata nuklir di kawasan ASEAN ataupun mungkin melakukan serangan dengan senjata nuklir. Hal ini cukup patut untuk diapresiasi dan mungkin untuk diikuti oleh Negara-negara lainnya di region masing-masing dengan membuat suatu zona pelarangan penggunaan senjata nuklir.

  
Sumber:
1. http://www.ctbto.org/

2. http://thediplomat.com/new-leaders-forum/2011/12/27/indonesias-ctbt-step/

3. http://www.kemlu.go.id/

4. Transcript of Statement of Mr. Marty Natalegawa at 7th Conference on Facilitating the entry into force of the Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty (Article XIV), 23 September 2011.

5. Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty

6. http://thediplomat.com/new-leaders-forum/2011/12/27/indonesias-ctbt-step/

               

No comments:

Post a Comment