Tuesday, May 7, 2013

Pengungsi Internasional: Siapakah Mereka?



Pada akhir tahun 2010, tercatat kurang lebih 3.000-an pencari suaka datang ke Indonesia untuk mendapatkan status sebagai pengungsi internasional yang mana untuk kemudian dilanjutkan dengan ditempatkan di Negara ketiga seperti Amerika Serikat dan Australia. Namun kemudian menjadi pertanyaan tersendiri, siapakah mereka para pengungsi internasional itu?

Definisi
Apabila dilihat dari definisi secara harfiah atau bahasa, istilah pengungsi internasional adalah mereka yang lari dari suatu daerah, yang karena ruang lingkupnya internasional, maka mereka melarikan diri dari suatu negara untuk kemudian memasuki wilayah Negara lainnya untuk mencari pengungsian. Adapun syaratnya mereka dikatakan sebagai pengungsi internasional secara harfiah adalah mereka haruslah melewati batas wilayah suatu negara ke Negara lainnya. Karena apabila mereka tidak melewati batas wilayah negaranya maka bisa dikatakan sebagai pengungsi lokal. Secara harfiah, istilah ini tidak dibedakan alasan mereka pergi dari negaranya, apakah karena alasan perang, bencana alam, ataupun karena alasan ekonomi. Istilah ini menjadi berbeda apabila didefinisikan secara legal atau hukum.

Dalam hukum, mereka yang mencari pengungsian di negara lain justru dikatakan sebagai pencari suaka (asylum seeker), bukan pengungsi internasional. Status Pengungsi Internasional justru diberikan setelah dia dinyatakan layak menyandang status sebagai pengungsi internasional oleh mereka yang kompeten memberikan status tersebut. Dalam hal pemberian status tersebut kita mengenal dua pihak, yaitu United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) bagi negara yang belum meratifikasi konvensi mengenai pengungsi internasional ataupun suatu negara itu sendiri apabila dia sudah meratifikasi konvensi tersebut. Selain statusnya yang diberikan, definisi pengungsi internasional menurut konvensi mengenai status pengungsi 1951, khusus diberikan kepada mereka yang melarikan diri dari negaranya ke negara lain karena takut akan penganiayaan ataupun persekusi dari pihak yang berkuasa karena alasan ras, agama, kewarganegaraan, ataupun ikut serta dalam kegiatan politik atau sosial. Definisi ini menjadi penting karena seringkali kedatangan para pengungsi internasional ini justru bercampur aduk dengan para imigran yang justru bertujuan untuk mendapatkan penghidupan yang layak di negara lain. Istilah mereka dengan kategori yang ingin mendapatkan penghidupan yang layak di negara lain sering dikatakan sebagai economic migrant.

Indonesia dan Pengungsi Internasional
Indonesia bukanlah negara baru daerah tujuan para pengungsi. Trend pengungsian ini sudah agak sedikit berubah.

Pada tahun 1974, terjadilah perang saudara di semenanjung Indo-china, seperti Vietnam, Kamboja, dan Myanmar. Perang yang cukup lama ini memakan ribuan korban jiwa, dan mereka yang tidak ingin menjadi korban berikutnya pun akhirnya memilih lari dari negara mereka berasal. Indonesia sebagai salah satu negara ASEAN dan yang cukup dekat jaraknya dengan negara mereka akhirnya menjadi salah satu destinasi atau tujuan dari pengungsian tersebut. Direncanakan atau tidak, hanya dilewati ataukah terkena angin atau bagaimana, tibalah mereka di beberapa pulau di Indonesia, kondisi mana yang akhirnya nanti disepakati untuk dibangun suatu processing centre di salah satu pulau untuk khusus menangani permasalahan pengungsian ini. Meskipun Konvensi mengenai pengungsi Internasional sudah ada sejak tahun 1951, karena satu dan lain hal, hingga akhir tahun 1970-an tersebut, Indonesia belum juga ikut sebagai pihak konvensi. Hal ini mengakibatkan Indonesia tidak memiliki suatu know-how skill bagaimana cara menangani dan melakukan pendaftaran serta pemberian status kepada para pengungsi ini.

Pada tahun 1981, dengan berbagai inisiatif, diundanglah UNHCR untuk membuka kantor cabang di Indonesia, dan Indonesia melalui berbagai pertemuan dengan negara-negara ASEAN sepakat bahwa pulau Galang dijadikan sebagai Processing Centre sementara, dengan berbagai persyaratan. Processing Centre ini pun akhirnya selesai digunakan dan ditutup pada medio 1990-an. Hingga sekarang situs bersejarah tersebut masih dikenal sebagai tempat wisata dengan nama kamp pengungsi Vietnam.

Saat ini, meskipun peristiwa pengungsian di pulau Galang sudah berlalu, tetapi ternyata tidak menurunkan gelombang pengungsian lainnya. Namun demikian trendnya memang sudah sedikit berubah. Indonesia bukanlah suatu negara tujuan atau destinasi, melainkan suatu negara transit bagi mereka yang ingin pindah ke negara lain dengan berbagai alasan. Para pencari suaka, dipercaya atau tidak, secara sengaja atau tidak, ingin menuju ke Australia. Dan Australia, sebagai Negara yang telah meratifikasi konvensi, tidak mau tinggal diam membuat Negara mereka menjadi gampang dimasuki para calon “warga baru” tersebut.

Pencarian suaka yang berujung dengan apakah diberikannya status sebagai pengungsi internasional atau tidak saat ini memasuki era yang cukup kompleks. Sejak kedatangan mereka melalui Indonesia, sudah menimbulkan suatu persoalan sendiri. Sebagai gambaran, dalam satu kapal boat, yang dulu pada era pengungsi Vietnam menggunakan boat tradisional, saat ini mereka menggunakan boat yang terkadang memiliki fasilitas seperti AC ataupun televisi. Kedatangan mereka ini biasanya diatur oleh seorang agen perjalanan yang illegal. Dalam satu boat tersebut bisa jadi hanya satu yang dapat dikategorikan sebagai pengungsi internasional, sedangkan yang lainnya bisa jadi ingin mendapatkan penghidupan yang layak, korban perdagangan manusia atau penyelundupan manusia, dan bisa juga sebagai agen pengedar narkotika dan obat-obatan terlarang. Yang terbaru adalah bisa saja terjadi mereka yang ikut dalam boat tersebut berniat ingin melakukan kegiatan terorisme di Negara yang mereka tuju tersebut. Hal ini diperparah oleh fakta dimana seringkali dalam rombongan boat tersebut terdapat anak-anak di bawah umur yang tidak ditemani orangtua atau sanak saudaranya. Kasus anak dibawah umur ini yang dikategorikan sebagai unaccompanied minor.

Kedatangan yang dulunya didominasi oleh para pencari suaka dari daratan Indo-China, saat ini sudah mulai didominasi oleh negara-negara timur tengah seperti Afghanistan, Iran, dan Irak dengan tidak menutupi fakta adanya kedatangan pencari suaka dari dataran Afrika seperti Kongo dan Asia seperti Sri Lanka dan Myanmar. Kesemua ini mencari peruntungan dengan mengikuti proses pencarian suaka melalui UNHCR, dan karena Indonesia belum meratifikasi konvensi, maka solusi terbaiknya adalah penempatan di negara ketiga (resettlement in the third country).

No comments:

Post a Comment