Tuesday, May 7, 2013

Proses Penentuan Status Pengungsi..



Penentuan status sebagai pengungsi internasional tidaklah mudah. Di Indonesia karena hingga detik ini juga belum diratifikasi konvensi tahun 1951 mengenai status pengungsi, maka UNHCR yang mandatnya seharusnya berakhir dengan selesainya kasus pengungsian dari Indo-china, menjadi diperpanjang keberadaannya.

Setidaknya ada beberapa tahap yang harus dilalui para pencari suaka di Indonesia, diantaranya:


1. Registrasi Pencari Suaka
2. Wawancara Tahap Awal
3. Penentuan Status Pengungsi
4. Pemberian Status/Penolakan Status
5. Penampungan Sementara
6. Penempatan di Negara Ketiga

1. Registrasi Pencari Suaka
Sebelum memulai tahap ini, petugas UNHCR yang ahli dibidangnya memberikan formulir isian dan memberikan semacam briefing mengenai proses yang akan dilakukan ini kepada para pencari suaka. Diantaranya adalah mengenai tidak dipungut bayarannya para pencari suaka dalam segala tahap mulai dari awal hingga akhir dan juga nasehat untuk tidak melanjutkan perjalanan mereka ke Australia dengan menggunakan kapal boat karena sangat berbahaya dan mengancam nyawa mereka. Selain itu pemerintah Australia sangat strict dengan peraturan keimigrasiannya. Formulir isiannya sendiri memiliki banyak versi, antara lain Sri Lanka, Inggris, Farsi (Iran), bahkan Perancis. Briefing yang dilakukan adalah ditemani oleh seorang interpreter terpercaya berdasarkan kebutuhan pada saat registrasi, bahasa apakah yang digunakan.
Kemudian selanjutnya, para pencari suaka memasuki tahap registrasi. Dalam tahap registrasi ini, para pencari suaka dicatat seluruh detailnya, mulai dari nama, asal, suku, agama, warganegara, bahasa yang digunakan, tanggal keberangkatan dari Negara asal, tempat transit, data keluarga, alasan lari dari negaranya, dan lain sebagainya.

Setelah tahap ini selesai, UNHCR akan memberikan suatu semacam attestation letter, atau suatu surat yang menerangkan bahwa orang tersebut sedang mengikuti proses penentuan status pengungsi. Karena ini masih tahap awal, maka attestation letter yang dikeluarkan adalah asylum seeker certificate. Jangka waktu sertifikat ini biasanya bervariasi. Untuk mereka yang berkategori minor, wanita, atau orangtua, atau sering kita sebut sebagai golongan rentan (vulnerable), biasanya mereka akan mendapatkan waktu wawancara tahap awal lebih cepat. Jangka waktu sertifikat ini tergantung jangka waktu tahap awal wawancara tersebut. Tetapi untuk golongan yang biasa, mereka biasanya akan mendapatkan sertifikat dengan jangka waktu 2 bulan. Setelah dua bulan, mereka diminta datang kembali ke UNHCR untuk kemudian mendapatkan renewal dari sertifikat yang telah diberikan tersebut beserta mendapatkan kepastian tanggal wawancara tahap awal tersebut. Pemilihan tanggal wawancara juga berdasarkan ketersediaan interpreter yang ada, seperti misalnya apabila interpreter bahasa Perancis hadir pada hari jumat, maka jadwal mereka pun ditempatkan pada hari jumat. Terakhir kali penulis meneliti soal ini, jadwal wawancara yang disusun oleh pihak UNHCR sudah mencapai tahun berikutnya. Jadi bisa saja dia daftar tahun ini, namun mendapatkan jadwal wawancara tahun depannya.

Attestation letter yang dikeluarkan oleh UNHCR ini memiliki prinsip non-refoulement, prinsip yang sudah diakui dalam hukum kebiasaan internasional, yaitu suatu negara tidak boleh mengembalikan orang yang diduga sebagai pengungsi ke negara dimana orang tersebut takut akan dipersekusi atau dianiaya.

2. Wawancara Tahap Awal
Wawancara tahap awal atau yang disebut sebagai 1st instance interview adalah wawancara yang dilakukan oleh seorang officer UNHCR untuk menggali lebih dalam mengenai kasus seorang pencari suaka sebelum diberikan rekomendasi untuk diterima atau ditolak kasusnya. Dalam setiap wawancara ini, biasanya mereka ditemani oleh seorang interpreter yang sudah terlatih. Pertanyaan yang diajukan bersifat detail, dan pihak officer UNHCR sudah menyatakan bahwa segala pernyataan yang diajukan selama proses wawancara bersifat rahasia dan tidak akan ada pihak lain yang tahu kecuali UNHCR sendiri.

Sebelum dimulainya wawancara, biasanya para officer sudah mengetahui nomor kasus yang akan dihadapi sekaligus mengadakan riset kecil-kecilan mengenai Negara asal pencari suaka, informasi negaranya, kasus-kasus lain yang serupa dengan alasan pencari suaka tersebut melarikan diri dari negaranya, dan lain sebagainya.

Proses wawancara ini biasanya memakan waktu cukup lama. Satu orang pencari suaka biasanya memakan waktu sekitar 4 sampai 5 jam.

3. Penentuan Status Pengungsi
Proses penentuan status pengungsi atau biasa disebut dengan proses Refugee Status Determination (RSD), adalah suatu tahap dimana officer yang telah selesai melakukan wawancara di tahap pertama, bertanggung jawab terhadap penyelesaian kasus tersebut, hingga memberikan laporan dan rekomendasi apakah kasus mereka ditolak ataukah diterima oleh UNHCR. Dalam tahap ini, para officer ini menulis semacam laporan yang telah ditentukan formatnya oleh UNHCR pusat di Geneva, dalam bahasa Inggris, yang tebalnya mencapai minimal 10 halaman untuk satu kasus. Ditahap ini, mereka menggali segala informasi yang didapat di tahap wawancara, dari informasi Country of Information (CoI), berita-berita update mengenai daerah konflik dimana pencari suaka tersebut mengaku berasal dari sana, serta pedoman dari UNHCR pusat mengenai berbagai hal tertentu. Selain itu, untuk beberapa kasus tertentu, seringkali para officer ini juga berkorespondensi dengan para officer lainnya dibelahan dunia lainnya yang kebetulan pernah menangani suatu kasus atau pencari suaka tersebut pernah mencari suaka di Negara lainnya.

Tugas para officer ini hampir menyerupai tugas seorang hakim. Namun bedanya, Jika seorang hakim untuk memutuskan seseorang bersalah atau tidak harus menggunakan suatu majlis, dan dibantu seorang panitera untuk mencatat putusan, maka untuk officer UNHCR ini, mereka sendirilah yang mengerjakannya mulai dari tahap wawancara, menggali kasus, hingga memberikan rekomendasi dan mengetiknya. Mereka ini terkadang masih harus mengerjakan kasus lainnya yang apabila dihitung-hitung berjumlah sekitar 20 kasus perbulannya.

4. Pemberian Status/Penolakan Kasus
Setelah seorang officer menyelesaikan suatu kasus, maka officer tersebut memberikan rekomendasi kasus tersebut kepada officer yang lebih tinggi untuk dilakukan review ulang. Seringkali diperiksa mulai dari inti kasus tersebut, alasan, dasar pemberian rekomendasi, bahkan hingga grammar dan titik koma penulisan. Ini semua bertujuan untuk menciptakan suatu rekomendasi yang berkualitas. Setelah direview dan dirasa cukup mendaaptkan perbaikan, maka officer yang lebih tinggi ini biasanya memanggil officer yang mengerjakan kasus tersebut untuk mengetahui lebih detail lagi kenapa kasus tersebut sampai diterima atau ditolak. Setelah itu, barulah finalisasi.
Bagi mereka yang diterima kasusnya dan dinyatakan layak sebagai pengungsi internasional, maka mereka diberikan status sebagai pengungsi internasional. Pihak UNHCR segera mengabarkan orang tersebut untuk diberikan kabar gembira, dan meminta dia untuk datang ke UNHCR untuk menukar attestation letter mereka yang tadinya asylum seeker certificate menjadi refugee certificate.
Sedangkan bagi mereka yang kasusnya ditolak, UNHCR mempunyai hak untuk tidak memberikan alasannya, dan mereka mempunyai hak untuk mengajukan banding yang jangka waktunya diberikan selama satu bulan. Permintaan banding diberikan secara tertulis, disertai alasannya. Biasanya para pencari suaka yang ditolak ini kemudian memberikan berbagai fakta baru ataupun cerita lainnya dengan harapan status mereka akan dipikirkan kembali oleh UNHCR.
Apabila permintaan banding mereka diterima oleh pihak UNHCR, maka UNHCR akan memberikan jadwal baru untuk mereka datang kembali melakukan interview tambahan atau appeal interview. Namun interview tersebut bukanlah suatu keharusan. Apabila officer yang menangani merasa sudah cukup informasi yang diberikan pada saat pengajuan surat banding, maka hal tersebut sudah tidak perlu dilakukan.
Refugee Certificate ini juga menegaskan prinsip non-refoulement yang telah dijelaskan sebelumnya. Dengan adanya attestation letter ini, bukan berarti pengungsi bebas berlaku apa saja, mereka juga memiliki kewajiban untuk menghormati hukum di negaradi mana dia berada saat mencari pengungsian, salah satunya juga melaporkan diri ke kantor polisi terdekat dan RT/RW jika bisa agar tidak dicurigai sebagai pendatang gelap.


5. Penampungan Sementara
Penampungan sementara diberikan kepada para pengungsi yang telah memperoleh status sebagai pengungsi internasional dari UNHCR. Proses ini biasanya memakan waktu cukup lama sambil menunggu kasusnya dimasukkan di negara ketiga.

Mereka yang ditampung dan mendapat status ini, kemudian di assist dan diberikan kebutuhan dasar dan lain sebagainya. UNHCR yang dana operasionalnya berasal dari sumbangan atau donor dari negara-negara biasanya kesulitan untuk memenuhi segala kebutuhan pengungsi internasional tersebut. Untuk itulah kemudian UNHCR mengadakan kerjasama dengan lembaga-lembaga kemanusiaan lainnya dalam memenuhi kebutuhan ini. Sebut saja seperti CWS atau Church World Service Indonesia, dan lembaga kemanusiaan lainnya. Adapun tempat-tempat penampungan yang terkenal di Indonesia antara lain seperti di Medan dan di Cisarua, Bogor. Mereka mendapatkan hak untuk memperoleh makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang layak. Bahkan seringkali kegiatan sehari-hari mereka diisi dengan hal-hal positif seperti diajarkan berbagai macam keterampilan tangan, diberikan pendidikan bagi anak-anak mereka, dan berbagai macam kegiatan olahraga.

Mereka di penampungan ini sekali lagi khusus untuk mereka yang telah mendapatkan status pengungsi. Proses menunggu bisa mencapai setahun, dua tahun, atau bahkan tiga tahun. Hal ini seringkali membuat mereka stress, karena mereka dan terkadang anak-anak mereka seakan tidak memiliki masa depan di tempat penampungan. Di Indonesia, karena Indonesia bukan peserta konvensi mengenai status pengungsi, maka para pengungsi ini kehilangan hak untuk memperoleh pekerjaan. Ini salah satu alasan banyak juga kemudian para pengungsi ini yang melarikan diri dari penampungan untuk kemudian nekat berhubungan kembali dengan para penyelundup untuk diselundupkan langsung ke Australia.

6. Penempatan di Negara Ketiga
Penempatan di negara ketiga merupakan satu-satunya opsi yang tersedia di Indonesia mengingat Indonesia bukanlah peserta konvensi mengenai status pengungsi tahun 1951.

Proses penempatan di Negara ketiga atau sering disebut dengan resettlement in the third country dimulai setelah seorang pengungsi tersebut sudah berada di tempat penampungan, atau bahkan seringkali juga para pengungsi ini tidak tinggal di penampungan karena sedang dalam tahap menyelesaikan studinya. Sebagai contoh adalah mahasiswa asal Somalia yang banyak studi di Indonesia sekaligus mencari status sebagai pengungsi. Mereka beralasan tidak dapat kembali ke tanah airnya karena apabila kembali ke sana, mereka takut akan dibunuh atau dianiaya oleh pihak yang berkuasa karena perbedaan ras, agama, kewarganegaraan, dan juga keikutsertaan dalam kegiatan sosial atau politik.

Proses penempatan ini dilakukan dengan berbagai tahap biasanya. Yang pertama, pihak UNHCR akan memanggil kembali pengungsi untuk diwawancara mengkonfirmasi segala hal yang telah dinyatakan di segala tahap wawancara sebelumnya. Karena apabila nantinya ditemukan sang pengungsi berbohong, maka akan berpengaruh terhadap kasusnya sendiri dalam artian bisa saja dibatalkan statusnya sebagai pengungsi.

Setelah itu, Negara penempatan mengeluarkan pernyataan bahwa mereka akan menerima sejumlah pengungsi. Terkadang mereka juga menyebutkan spesifikasinya, seperti halnya range umur yang diterima, jenis kelamin, pekerjaan terakhir sebelum lari dari negaranya, khusus dari Negara-negara tertentu, dan lain sebagainya. Jumlah ini biasanya didapatkan dengan pendekatan pihak UNHCR mendekati perwakilan Negara penempatan di Negara mereka bertugas ataupun pengumuman langsung yang disampaikan oleh negara yang dimaksud.

Setelah jumlah ini didapatkan, kemudian dilanjutkan dengan proses memasukkan ringkasan berkas rekomendasi dan wawancara di tahap resettlement ini, serta data pendukung seperti birth certificate, ijazah sekolah, dan data-data lainnya. Negara ketiga ini memiliki hak untuk menerima ataupun menolak berkas tersebut dan mengembalikannya kepada pihak UNHCR tanpa menyebutkan alasannya. Proses dari memasukkan hingga mendapat balasannya saja juga terkadang memakan waktu berbulan-bulan. Apabila tidak diterima oleh Negara ketiga, maka UNHCR akan kembali melakukan pendekatan dan mencari informasi kuota Negara penempatan lainnya. Apabila diterima, UNHCR kemudian akan membuat janji dengan pihak perwakilan Negara penempatan untuk sekali lagi melakukan tahap wawancara dimana pihak perwakilan negara ketiga yang turun langsung sebagai pewawancara dengan ditemani sang officer UNHCR.
Setelah wawancara oleh pihak perwakilan, maka mereka akan diberikan jadwal untuk melakukan test kesehatan. Setelah semuanya selesai, maka kemudian sang pengungsi ini kemudian diterbangkan ke Negara ketiga. Di Negara ketiga ini mereka memiliki hak layaknya warga Negara, namun untuk jangka waktu tertentu. Apabila negaranya dinyatakan sudah bebas konflik, maka mereka harus rela untuk kembali ke Negara asalnya. Apabila tidak, seringkali mereka mengambil opsi untuk menjadi warga Negara tetap di Negara penempatan karena sudah mencukupi syarat untuk menjadi warga Negara di Negara penempatan.
Di luar proses itu semua, ada satu proses yaitu Voluntary repatriation, dengan kata lain pencari suaka maupun pengungsi dapat secara sukarela kembali ke negaranya. Mereka diwajibkan mengisi pernyataan dan untuk men-drop kasusnya untuk kemudian dibantu kembali ke negaranya. Dalam hal pengembalian secara sukarela ini, UHNCR bekerjasama dengan International Organization for Migration (IOM) yang memang salah satu tugasnya untuk membantu pemulangan secara sukarela para imigran ke negara asalnya. Mereka berkantor pusat di Jakarta, dengan memiliki kantor-kantor cabang di beberapa daerah, dan secara rutin mendatangi rumah detensi imigrasi yang ada di Indonesia.
-----------------------------------
Tulisan ini merupakan hasil pengamatan selama penulis magang di UNHCR dengan tidak tertutup kemungkinan adanya kesalahan ataupun perubahan prosedur.
 


Proses penentuan pengungsi ini setidaknya berjalan hingga Juli 2011, terakhir kali penulis melakukan magang  dan riset di UNHCR.

No comments:

Post a Comment